Jurnal Litigasi Vol 2 No.1 Tahun 2012 ISSN 12088-9232
Oleh:
Inggrit Fernandes [1]
Abstract
The challenge of free trade is a
necessity that must be faced by
the country. Countries in the
face of international trade across this
border state should prepare strategies flagship,
so that economic actors can be protected. Among the strategy is to prepare human resources capable of leading a competitive and specific regulations. Actions
encourage competition among uncompetitive economy, both in terms
of price and non-price (price
or nor price
competition). Dumping is a system of selling
goods abroad at a price cheaper than the price in their own country are below
normal. Because the value of sales
of goods abroad cheaper.dumping
get a strong reaction, ie anti-dumping of
export destinations. In world trade often occurs due to dumping trade
dispute. The trade dispute
settlement set out in GATT-WTO.
Keyword:
Strategy, Dumping, International Trade
A. PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan teknologi pada
umumnya dan teknologi informasi khususnya, telah mendorong
terjadinya kompleksitas hubungan atau transaksi dagang internasional oleh dan
antar pelaku (subjek hukum) dalam perdagangan internasional, yang menembus
batas-batas negara (transnasional), serta perbedaan sistem hukum, sistem
politik dan lain-lain dari dan antar pelaku dalam perdagangan internasional
tersebut.[2] Hal menghadirkan dinamika baru dalam perkembangan hukum
ekonomi internasional. Ditandai dengan munculnya perdagangan bebas (free trade) antar pelaku ekonomi
global. Dampaknya nya yang lain adalah kondisi pasar menjadi semakin
kompetitif, tingginya tuntutan pelanggan khususnya berkaitan dengan kualitas
produk dan ketepatan logistik, pemenuhan hak paten, faktor lingkungan, product life cycle yang kian
pendek dilihat dari dimensi waktu, dan inovasi produk yang harus memiliki
kecenderungan (trend) meningkat
baik dalam dibang barang maupun jasa.
Dalam hal
inilah diperlukan regulasi baik dalam tataran hukum internasional maupun hukum
nasional. Hukum internasional merupakan
seperangkat kaidah hukum yang mengatur aktifitas entitas internasional baik
berupa negara, organisasi internasional, maupun subjek hukum internasional
lainnya yang melintasi batas negara. Pada awal 1970, perdagangan valuta asing
bernilai 10 miliar hingga 20 miliar. Pada tahun 2000, perdagangan valuta asing
telah mencapai 1,6 triliun dolar atau 75 kali perdagangan dunia. Perdagangan
mata uang yang sebelumnya diletakkan dalam kerangka teori yang sangat terikat
dengan permintaan barang dan jasa sekarang didominasi oleh tujuantujuan
spekulasi jangka pendek.[3] Neoliberalisme atau sering disebut dengan pasar bebas, dalam arti
semua aspek kehidupan, hidup dan berkembangnya adalah didasarkan logika pasar,
oleh David Harvey dikatakan sebagai proyek untuk merestorasi kelas elit atau
kelas kaya. Dan salah satu instrumen utamanyanya adalah finansialisasi. Dari data
yang disampaikan oleh David Harvey, turnover
harian dari transaksi-transaksi keuangan di
pasar-pasar internasional pada tahun 1983 adalah sebesar $ 2,3 milyar, dan
meningkat menjadi $ 130 milyar pada tahun 2001. Turnover tahunan pada
tahun 2001 sebesar $ 40 triliun, padahalnuntuk mendukung arus investasi
perdagangan dan produksi internasional diperkirakan hanya membutuhkan $ 800
milyar.[4]
Perdagangan
bebas tidak hanya menjangkau wilayah regional seperti misalnya terbatas di
negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), bahkan terjadi antar negaranegara di
seluruh belahan dunia. Tahun
2010 sudah mulai dibuka China Asean Free Trade Area (CAFTA).
Dalam industri barang-barang yang dihasilkan dari negara Asia khususnya China
bisa bebas masuk ke Indonesia. Sekarang ini hampir semua pusat perdagangan
banyak dipenuhi dengan produk China. Dari barang yang sifatnya sederhana sampai
barang yang keperluan sehari-hari hampir semua produk berasal dari China.[5]
Pesatnya peredaran produk China di Indonesia di khawatirkan akan mengalahkan
roduk-produk domestik, karena China mempunyai strategi menarik perhatian pasar
dengan harga jual yang lebih murah dibandingkan dengan produk-produk lain. Untuk itu pemerintah perlu menetapkan regulasi khusus
maupun strategi dalam mengamankan kondisi pasar agar tidak berefek negatif
kepada pelaku usaha dalam negeri. Hal ini biasa disebut dengan istilah dumping dalam perdagangan.
B. PEMBAHASAN
a. Tinjauan Hukum Internasional terhadap Praktek Dumping dalam Perdagangan Internasional
Tindakan
persaingan antarpelaku ekonomi mendorong dilakukannya persaingan curang, baik
dalam bentuk harga maupun bukan harga ( price or nor price competition).
Dalam bentuk harga, misalnya, terjadi diskriminasi harga ( price
discrimination) yang dikenal dengan istilah dumping.[6]
Pengertian dumping dalam konteks hukum
perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional
yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual
barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam
negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor
tersebut.[7]
Sedangkan menurut kamus hukum ekonomi dumping adalah praktik dagang yang
dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan
harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang
tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada
umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan
merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.[8]
Dumping merupakan sistem
penjualan barang ke luar negeri dengan harga yang klebih murah dibandingkan
dengan harga di negeri sendiri yang berada di bawah nilai normal. Karena nilai
penjualan barang di luar negeri lebih murah. dumping mendapatkan reaksi yang keras, yaitu
antidumping dari negara tujuan ekspor. Dalam perdagangan dunia sering terjadi
sengketa dagang akibat dumping. Sengketa dagang tersebut penyelesaiannya diatur
di dalam GATT-WTO.
Praktek anti-dumping
adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional agar
terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan
Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the
Implementation of Article VI of GATT 1994).[9]
Article VI General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1994 yang
mengatur tentang anti dumping merupakan salah satu instrument penting dalam
pengamanan industry dalam negeri suatu negara anggota WTO dari praktek perdagangan yang
tidak adil (Unfair Tarde) yang
dilakukan dalam bentuk Dumping, Pasal ini mengizinkan otoritas di suatu Negara
untuk mengizinkan bea tambahan dalam bentuk bea anti dumping terhadap produk
Impor yang dijual di bawah harga normal atau harganya murah dari produk
domestic dari negara asal barang. Sehingga praktek ini menimbulkan kerugian bagi
industry dalam negara tempat dipasarkannya barang tersebut.[10]
World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan dunia yang
dihasilkan dari Putaran Uruguay General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) (1986 – 1994). Organisasi ini memiliki kedudukan yang unik karena ia
berdiri sendiri dan terlepas dari badan kekhususan PBB. Pembentukan WTO ini
merupakan realisasi dari cita-cita lama Negara-negara pada waktu merundingkan
GATT pertama kali yaitu pada tahun 1948, yang hendak mendirikan suatu
organisasi perdagangan internasional bernama Internasional Trade
Organization (ITO). Namun upaya atau usulan yang dilontarkan oleh Amerika
Serikat, setelah mengalami beberapa tahun perundingan (1945 – 1948) mengalami
hambatan, ternyata Kongres Amerika Serikat menolak menandatangani Piagam
Pendirian ITO. Kebetulan pada waktu Piagam ITO dirancang di Konfrensi Jenewa,
pada waktu yang bersamaan dirancang pula GATT.[11]
Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara
sama kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran
arus perdagangan barang. Peraturan-peraturan WTO memegang tegas prinsip-prinsip
tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang
ada didalamnya adalah :
1. Tindakan untuk
melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil).
2. Subsidi dan
tindakan – tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing
measures).
3. Tindakan –
tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara
demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).
Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari
harga normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap
produk tersebut. Hal ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang
tidak bersifat menghakimi, tapi lebih memfokuskan pada tindakan – tindakan yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping.
Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping
Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.[12]Ada lima
tipe dumping, menurut Robert Willig, ditinjau berdasarkan tujuan eksportir,
kekuaran pasar dan struktur pasar impor, sebagai berikut:
1.
Market Ekspansion
Dumping
Perusahaan
pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di
pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama
harga yang ditawarkan rendah.
2. Cyclical Dumping
Motivasi
dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau
tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan
kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
4. State Trading Dumping
Latar
belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi
yang menonjol
adalah akuisisi moneternya.
5.
Strategic
Dumping
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan
perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara
pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan
masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi
pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala
ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan
oleh pesaing-pesaing asing.
6. Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan
tujuan mendepak pesaing dari pasarani, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli
di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah
matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.
Kriteria Dumping yang Dilarang oleh WTO
Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping
oleh suatu Negara yang :[13]
1.
Harus
ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
2.
Harus
ada kerugian material di negara importer
3.
Adanya
hubungan sebab akibat antara harga dumping dengan kerugian yang terjadi.
Seandainya terjadi dumping yang less
than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut
tidak dilarang.
b.
Strategi
Indonesia menghadapi Praktek Dumping
dalam Ekonomi Internasional
Para pemimpin negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya
AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang
bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional, karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia
melalui eliminasi tarif/bea
maupun menghilangkan hambatan tarif. Enam negara telah menandatangani persetujuan CEPT
(The
Common Effective Preferential Tariff) yang pada
dasarnya menyetujui
penghapusan bea impor hingga 60 persen dari IL
(Inclusion
List) pada tahun 2003. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 53.294 produk dalam IL merupakan kurang lebih 83 dari semua produk
ASEAN.[14]
Globalisasi ekonomi dan sistem pasar dunia menempatkan semua
negara termasuk
Indonesia
sebagai bagian dari sistem tersebut. Hal ini menyiratkan sebuah pesan bahwa
agar dapat eksis di tengah persaingan semua negara tanpa kecuali harus
meningkatkan efisiensi proses pemanfaatan sumber daya yang jumlahnya sangat
terbatas guna menghasilkan produk pada taraf paling optimal. Demikian pula
halnya dengan Indonesia dituntut untuk benar-benar menyiapkan dirinya dalam
menghadapi kompetisi di tingkat dunia guna dapat meraih keunggulan bersaing (competitiveness advantage).
Kesiapan
pemerintah dalam menghadapi perdagangan bebas perlu mendapatkan dukungan dari
para pelaku bisnis dan akademisi. Strategi Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dipersiapkan
secara seksama agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat
dunia. Dari dimensi lain tentang Indeks Pembangunan
Manusia atau Human Development Index (HDI), yakni suatu survey tahunan yang dilakukan oleh United Nations for Development Programs (UNDP) tentang Indeks Pembangunan Manusia Indonesia mendapat skor 0,682 pada tahun
2003, padahal pada tahun 2002 mendapatkan skor 0,684. Jika ditinjau dari peringkatnya, kualitas
SDM Indonesia tahun 2003
berada pada posisi 112 dari 179 negara. Keadaan ini sungguh memprihatikan,
karena Indonesia pada tahun 2002 berada pada peringkat 110 dari 173 negara dan
tahun 2001 berada pada peringkat 102 dari 162 negara.[15] Hal
ini menunjukkan SDM Indonesia belum siap menghadapi perubahan-perubahan global.
Dalam
menghadapi persaingan yang begitu bebas ini, sudah saatnya bangsa Indonesia
menata ulang strategi dalam pengembangan SDM. Arah pengembangan tersebut adalah
untuk menciptakan SDM yang berdaya saing global, berkarakter dan memiliki
ketahanan nasional. Hasil akhir yang diharapkan tentunya adalah memperbaiki
kondisi dan posisi Indonesia untuk dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Sementara
itu terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa daya saing bangsa Indonesia
saat ini berada pada peringkat yang sangat rendah. Dari hasil survei yang
dilakukan World Economic Forum (WEF) tentang Peringkat Daya Saing dilaporkan bahwa Indonesia
berada pada posisi yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan laporan terbaru dari
WEF yakni Global Competitiveness Report 2002- 2003 dapat
dilihat bagaimana posisi bangsa Indonesia dibanding bangsa-bangsa lain.
Dalam
konteks memajukan kondisi perekonomian makro di Indonesia, peran sektor
pemerintahan, sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaku
ekonomi sektor mikro memiliki arti yang sangat strategis. Ini berarti bahwa
kondisi makro perekonomian tidak dapat melepaskan dirinya dari sektor mikro.
Untuk itu ada beberapa strategi yang dilakukanoleh pemerintah dalam
meningkatkan daya saing, baik dengan pembentukan lembaga maupun pdengan
mempersiapkan regulasi yang tepat. Diantaranya sebagai berikut:
a) Komisi
Anti-Dumping Indonesia
Komisi Anti-Dumping Indonesia (KADI)
didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
136/MPP/Kep/6/1996. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mempunyai tugas pokok yaitu :[16]
1)
Melakukan
penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau mengandung barang
subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri barang sejenis.
2)
Mengumpulkan,
meneliti dan mengolah bukti dan informasi yang mengenai dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung
subsidi,
3)
Mengusulkan
pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan kepada Menperindag.
4)
Menyusun
laporan pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada
menteri perindustrian dan perdagangan
Sehubungan dengan tugas-tugas yang diemban
KADI, maka KADI berkewajiban untuk mensosialisasikan aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan perdagangan dunia yang telah diratifikasi dengan tujuan
agar masyarakat khususnya dunia usaha Indonesia tidak menjadi korban
praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat atau unfair trade practices, yang meliputi dumping dan subsidi. Pada
tahun 2009 KADI menyelidiki dugaan praktek dumping produk Polyester Staple Fibers (PSF) dari Republik Rakyat China (RRC), India dan Taiwan.
Petisi penyelidikan
dumping itu berasal dari Aspsiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI)
atas nama PT Teijin Indonesia Fiber Corp (TIFICO) dan PT Indonesia Toray
Synthetic (PSF).[17]
b) Regulasi yang Dipersiapkan Pemerintah
Pengaturan anti-dumping dalam hukum
nasional Indonesia sebagai tindak lanjut dari ratifikasi Persetujuan
pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun 1994 ternyata belum terdapat
pengaturannya. Sehingga dalam hukum nasional di Indonesia diatur dalam :[18]
1)
UU
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
2)
Peraturan
Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk
Imbalan
3)
Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 430/MPP/Kep/9/1999 tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim
Operasional Antidumping
4)
Surat
Edaran Dirjen Bea dan Cukai No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara.
Saat ini inilah regulasi
yang dimiliki oleh Indonesai dalam menagakomodir permasalahan dumping barulah setingkat peraturan
pemerintah. Kedepannya diharapkan ada kebijakan dan keinginan dari pemerintah
untuk membuat payung hukum yang lebih tinggi setingkat undang-undang, Sehingga,
pelaku ekonomi domestik dapat dilindungi dan juga berguna untuk mestabilkan
kondisi pasar dari pengaruh perdagangan bebas yang selama ini cenderung dinilai
negarif terhadap perkembangan eknomi negara berkembang.
C. PENUTUP
Tindakan persaingan antarpelaku ekonomi
mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan
harga ( price or nor price competition). Dumping merupakan sistem
penjualan barang ke luar negeri dengan harga yang klebih murah dibandingkan
dengan harga di negeri sendiri yang berada di bawah nilai normal. Karena nilai
penjualan barang di luar negeri lebih murah, dumping mendapatkan reaksi yang
keras, yaitu antidumping dari negara tujuan ekspor. Dalam perdagangan dunia
sering terjadi sengketa dagang akibat dumping. Sengketa dagang tersebut
penyelesaiannya diatur di dalam GATT-WTO.
Bagi Indonesia,
dumping sering menjadi permasalahan dalam perdagangan dunia. Permasalahan yang
kemudian timbul ialah apakah peraturan perundang-undangan Indonesia tentang
dumping dan Antidumping telah cukup memberikan perlindungan kepada industri
domestik terhadap impor barang dumping.
DAFTAR PUSTAKA
Wlliam
K. Tabb, Tabir Politik Globalisasi, Lafad Pustaka, Jogjakarta, Okt 2006, cet-2 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember –
Februari 2008-2009, hal 3
David
Harvey, Neoliberalisme dan Restorasi Kelas
Kapitalis, Resist Book, Jogjakarta, Januari 2009 dalam
buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari
2008-2009, hal 3
Suyatno, Makalah disampaikan dalam Kuliah
Umum Penyiapan SDM Industri Manufaktur: Peluang dan Tantangan Era CAFTA"
yang diselenggarakan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia (TK FTI UII), 17 Februari 2010
Http// : www. google.com. terakhir di akses
tanggal 21 Maret 2010. Harmonisasi
Ketentuan anti Dumping Ke Dalam Hukum Nasional Indonesia Oleh: Daniel Suryana
Kamus Hukum http://www.kamushukum.com/indentri.php?indek=D&urut
Elips Kamus Hukum Ekonomi,
Jakarta 1997, hal 105
Http//: www.usu.ac. Oleh :Aprilia Gayatri dan Femita Adriani Tuduhan Praktek Dumping yang
Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea
Selatan
Lihat Tesis Rita Erlina (Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara/ 0475007012): Anti Dumping Dalam Perdagangan
Internasional; Sinkronisasi Peraturan Anti Dumping Indonesia Terhadap WTO) Anti Dumping Agremeent.
Huala Adolf Hukum Ekonomi
Internasional, 2005, hal 115
Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar
Grafika, Jakarta, 2002,
Asean website,www.Aseansec.org.
Jawa Pos, Tanggal 10 Juli 2003
Harian Republika,
Rabu, 22
April 2009 pukul 20:31:00: Indonesia Selidiki Praktik Dumping oleh Ketua
KADI, Halida Miljani.
http://www.foxitsoftware.com
For evaluation only.Aprilia Gayatri dan Femita Adriani, Tuduhan Praktek
Dumping yang Dilakukan Indonesia” Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas
dengan Korea Selata, Tugas hukum perdagangan internasional, Fakultas Hukum
UNPAD
2008, Hal 14-15
[1] Dosen bagian Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas
Islam Indragiri
[2] Http// : www.
google.com. Daniel
Suryana, “.
Harmonisasi Ketentuan anti Dumping Ke Dalam Hukum Nasional Indonesia” terakhir
di akses tanggal 21 Maret 2010
[3] Wlliam K. Tabb,
Tabir Politik Globalisasi, Lafad Pustaka, Jogjakarta, Okt 2006, cet-2
dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari 2008-2009, hal 3
[4] David Harvey,
Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis,
Resist Book, Jogjakarta, Januari 2009 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember –
Februari 2008-2009, hal 3
[5] Suyatno, Makalah
disampaikan dalam Kuliah Umum Penyiapan SDM Industri Manufaktur “Peluang dan
Tantangan Era CAFTA" yang diselenggarakan Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (TK FTI UII), 17
Februari 2010
[9] Http//: www.usu.ac. Aprilia Gayatri dan Femita Adriani, “Tuduhan Praktek
Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada
Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan “
[10] Lihat Tesis Rita Erlina (Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara/ 0475007012)”Anti Dumping Dalam Perdagangan Internasional; Sinkronisasi Peraturan Anti
Dumping Indonesia Terhadap WTO” Anti Dumping Agremeent. hal 2
[13] Sukarmi, Regulasi
Antidumping di Bawah Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta,
2002,
hal 44.
[15] Jawa Pos, Tanggal 10 Juli 2003
[18] Http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.Aprilia Gayatri dan Femita Adriani,
“Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea
Selatan“
Fakultas Hukum UNPAD, 2008, hal 14-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar