Senin, 22 Juni 2015

STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI PRAKTEK DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Jurnal Litigasi Vol 2 No.1 Tahun 2012 ISSN 12088-9232

Oleh: Inggrit Fernandes [1]
Abstract
The challenge of free trade is a necessity that must be faced by the country. Countries in the face of international trade across this border state should prepare strategies flagship, so that economic actors can be protected. Among the strategy is to prepare human resources capable of leading a competitive and specific regulations. Actions encourage competition among uncompetitive economy, both in terms of price and non-price (price or nor price competition). Dumping is a system of selling goods abroad at a price cheaper than the price in their own country are below normal. Because the value of sales of goods abroad cheaper.dumping get a strong reaction, ie anti-dumping of export destinations. In world trade often occurs due to dumping trade dispute. The trade dispute settlement set out in GATT-WTO.

Keyword: Strategy,  Dumping, International Trade

A.      PENDAHULUAN

Pesatnya perkembangan teknologi pada umumnya dan  teknologi informasi khususnya, telah mendorong terjadinya kompleksitas hubungan atau transaksi dagang internasional oleh dan antar pelaku (subjek hukum) dalam perdagangan internasional, yang menembus batas-batas negara (transnasional), serta perbedaan sistem hukum, sistem politik dan lain-lain dari dan antar pelaku dalam perdagangan internasional tersebut.[2] Hal menghadirkan dinamika baru dalam perkembangan hukum ekonomi internasional. Ditandai dengan munculnya perdagangan bebas (free trade) antar pelaku ekonomi global. Dampaknya nya yang lain adalah kondisi pasar menjadi semakin kompetitif, tingginya tuntutan pelanggan khususnya berkaitan dengan kualitas produk dan ketepatan logistik, pemenuhan hak paten, faktor lingkungan, product life cycle yang kian pendek dilihat dari dimensi waktu, dan inovasi produk yang harus memiliki kecenderungan (trend) meningkat baik dalam dibang barang maupun jasa.
Dalam hal inilah diperlukan regulasi baik dalam tataran hukum internasional maupun hukum nasional. Hukum internasional merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur aktifitas entitas internasional baik berupa negara, organisasi internasional, maupun subjek hukum internasional lainnya yang melintasi batas negara. Pada awal 1970, perdagangan valuta asing bernilai 10 miliar hingga 20 miliar. Pada tahun 2000, perdagangan valuta asing telah mencapai 1,6 triliun dolar atau 75 kali perdagangan dunia. Perdagangan mata uang yang sebelumnya diletakkan dalam kerangka teori yang sangat terikat dengan permintaan barang dan jasa sekarang didominasi oleh tujuantujuan spekulasi jangka pendek.[3] Neoliberalisme atau sering disebut dengan pasar bebas, dalam arti semua aspek kehidupan, hidup dan berkembangnya adalah didasarkan logika pasar, oleh David Harvey dikatakan sebagai proyek untuk merestorasi kelas elit atau kelas kaya. Dan salah satu instrumen utamanyanya adalah finansialisasi. Dari data yang disampaikan oleh David Harvey, turnover harian dari transaksi-transaksi keuangan di pasar-pasar internasional pada tahun 1983 adalah sebesar $ 2,3 milyar, dan meningkat menjadi $ 130 milyar pada tahun 2001. Turnover tahunan pada tahun 2001 sebesar $ 40 triliun, padahalnuntuk mendukung arus investasi perdagangan dan produksi internasional diperkirakan hanya membutuhkan $ 800 milyar.[4]
Perdagangan bebas tidak hanya menjangkau wilayah regional seperti misalnya terbatas di negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), bahkan terjadi antar negaranegara di seluruh belahan dunia. Tahun 2010 sudah mulai dibuka  China Asean Free Trade Area (CAFTA). Dalam industri barang-barang yang dihasilkan dari negara Asia khususnya China bisa bebas masuk ke Indonesia. Sekarang ini hampir semua pusat perdagangan banyak dipenuhi dengan produk China. Dari barang yang sifatnya sederhana sampai barang yang keperluan sehari-hari hampir semua produk berasal dari China.[5] Pesatnya peredaran produk China di Indonesia di khawatirkan akan mengalahkan roduk-produk domestik, karena China mempunyai strategi menarik perhatian pasar dengan harga jual yang lebih murah dibandingkan dengan produk-produk lain. Untuk itu pemerintah perlu menetapkan regulasi khusus maupun strategi dalam mengamankan kondisi pasar agar tidak berefek negatif kepada pelaku usaha dalam negeri. Hal ini biasa disebut dengan istilah dumping dalam perdagangan.

B.       PEMBAHASAN

a. Tinjauan Hukum Internasional terhadap Praktek Dumping dalam Perdagangan Internasional

Tindakan persaingan antarpelaku ekonomi mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga ( price or nor price competition). Dalam bentuk harga, misalnya, terjadi diskriminasi harga ( price discrimination) yang dikenal dengan istilah dumping.[6] Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.[7]
Sedangkan menurut kamus hukum ekonomi dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.[8]
Dumping merupakan sistem penjualan barang ke luar negeri dengan harga yang klebih murah dibandingkan dengan harga di negeri sendiri yang berada di bawah nilai normal. Karena nilai penjualan barang di luar negeri lebih murah. dumping mendapatkan reaksi yang keras, yaitu antidumping dari negara tujuan ekspor. Dalam perdagangan dunia sering terjadi sengketa dagang akibat dumping. Sengketa dagang tersebut penyelesaiannya diatur di dalam GATT-WTO.
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional agar terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994).[9] Article VI General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1994 yang mengatur tentang anti dumping merupakan salah satu instrument penting dalam pengamanan industry dalam negeri suatu negara anggota WTO dari praktek perdagangan yang tidak adil (Unfair Tarde) yang dilakukan dalam bentuk Dumping, Pasal ini mengizinkan otoritas di suatu Negara untuk mengizinkan bea tambahan dalam bentuk bea anti dumping terhadap produk Impor yang dijual di bawah harga normal atau harganya murah dari produk domestic dari negara asal barang. Sehingga praktek ini menimbulkan kerugian bagi industry dalam negara tempat dipasarkannya barang tersebut.[10]
World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan dunia yang dihasilkan dari Putaran Uruguay General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) (1986 – 1994). Organisasi ini memiliki kedudukan yang unik karena ia berdiri sendiri dan terlepas dari badan kekhususan PBB. Pembentukan WTO ini merupakan realisasi dari cita-cita lama Negara-negara pada waktu merundingkan GATT pertama kali yaitu pada tahun 1948, yang hendak mendirikan suatu organisasi perdagangan internasional bernama Internasional Trade Organization (ITO). Namun upaya atau usulan yang dilontarkan oleh Amerika Serikat, setelah mengalami beberapa tahun perundingan (1945 – 1948) mengalami hambatan, ternyata Kongres Amerika Serikat menolak menandatangani Piagam Pendirian ITO. Kebetulan pada waktu Piagam ITO dirancang di Konfrensi Jenewa, pada waktu yang bersamaan dirancang pula GATT.[11]
Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan barang. Peraturan-peraturan WTO memegang tegas prinsip-prinsip tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada didalamnya adalah :
1.       Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil).
2.   Subsidi dan tindakan – tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures).
3.      Tindakan – tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).

Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk tersebut. Hal ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang tidak bersifat menghakimi, tapi lebih memfokuskan pada tindakan – tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.[12]Ada lima tipe dumping, menurut Robert Willig, ditinjau berdasarkan tujuan eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar impor, sebagai berikut: 
1.    Market Ekspansion Dumping 
Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. 
2. Cyclical Dumping 
Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
4.   State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya. 
5.   Strategic Dumping 
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.

6.    Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasarani, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.

 Kriteria Dumping yang Dilarang oleh WTO

Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu Negara yang :[13]
1.      Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
2.      Harus ada kerugian material di negara importer
3.      Adanya hubungan sebab akibat antara harga dumping dengan kerugian yang terjadi.

Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.

b.        Strategi Indonesia menghadapi Praktek Dumping dalam  Ekonomi Internasional
Para pemimpin negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional, karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi tarif/bea maupun menghilangkan hambatan tarif. Enam negara telah menandatangani persetujuan CEPT (The Common Effective Preferential Tariff) yang pada dasarnya menyetujui penghapusan bea impor hingga 60 persen dari IL (Inclusion List) pada tahun 2003. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 53.294 produk dalam IL merupakan kurang lebih 83 dari semua produk ASEAN.[14]
Globalisasi ekonomi dan sistem pasar dunia menempatkan semua negara termasuk
Indonesia sebagai bagian dari sistem tersebut. Hal ini menyiratkan sebuah pesan bahwa agar dapat eksis di tengah persaingan semua negara tanpa kecuali harus meningkatkan efisiensi proses pemanfaatan sumber daya yang jumlahnya sangat terbatas guna menghasilkan produk pada taraf paling optimal. Demikian pula halnya dengan Indonesia dituntut untuk benar-benar menyiapkan dirinya dalam menghadapi kompetisi di tingkat dunia guna dapat meraih keunggulan bersaing (competitiveness advantage).
Kesiapan pemerintah dalam menghadapi perdagangan bebas perlu mendapatkan dukungan dari para pelaku bisnis dan akademisi. Strategi Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dipersiapkan secara seksama agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Dari dimensi lain tentang Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI), yakni suatu survey tahunan yang dilakukan oleh United Nations for Development Programs (UNDP) tentang Indeks Pembangunan Manusia Indonesia mendapat skor 0,682 pada tahun 2003, padahal pada tahun 2002 mendapatkan skor 0,684. Jika ditinjau dari peringkatnya, kualitas SDM Indonesia tahun 2003 berada pada posisi 112 dari 179 negara. Keadaan ini sungguh memprihatikan, karena Indonesia pada tahun 2002 berada pada peringkat 110 dari 173 negara dan tahun 2001 berada pada peringkat 102 dari 162 negara.[15] Hal ini menunjukkan SDM Indonesia belum siap menghadapi perubahan-perubahan global.
Dalam menghadapi persaingan yang begitu bebas ini, sudah saatnya bangsa Indonesia menata ulang strategi dalam pengembangan SDM. Arah pengembangan tersebut adalah untuk menciptakan SDM yang berdaya saing global, berkarakter dan memiliki ketahanan nasional. Hasil akhir yang diharapkan tentunya adalah memperbaiki kondisi dan posisi Indonesia untuk dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Sementara itu terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa daya saing bangsa Indonesia saat ini berada pada peringkat yang sangat rendah. Dari hasil survei yang dilakukan World Economic Forum (WEF) tentang Peringkat Daya Saing dilaporkan bahwa Indonesia berada pada posisi yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan laporan terbaru dari WEF yakni Global Competitiveness Report 2002- 2003 dapat dilihat bagaimana posisi bangsa Indonesia dibanding bangsa-bangsa lain.
Dalam konteks memajukan kondisi perekonomian makro di Indonesia, peran sektor pemerintahan, sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaku ekonomi sektor mikro memiliki arti yang sangat strategis. Ini berarti bahwa kondisi makro perekonomian tidak dapat melepaskan dirinya dari sektor mikro. Untuk itu ada beberapa strategi yang dilakukanoleh pemerintah dalam meningkatkan daya saing, baik dengan pembentukan lembaga maupun pdengan mempersiapkan regulasi yang tepat. Diantaranya sebagai berikut:



 a)      Komisi Anti-Dumping Indonesia
Komisi Anti-Dumping Indonesia (KADI) didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 136/MPP/Kep/6/1996. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mempunyai tugas pokok yaitu :[16]
1)      Melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau mengandung barang subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri barang sejenis.
2)      Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi yang mengenai dugaan adanya   barang dumping dan atau barang mengandung subsidi,
3)      Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan kepada Menperindag.
4)      Menyusun laporan pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada menteri perindustrian dan perdagangan

Sehubungan dengan tugas-tugas yang diemban KADI, maka KADI berkewajiban untuk mensosialisasikan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perdagangan dunia yang telah diratifikasi dengan tujuan agar masyarakat khususnya dunia usaha Indonesia tidak menjadi korban praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat atau unfair trade practices, yang meliputi dumping dan subsidi. Pada tahun 2009 KADI menyelidiki dugaan praktek dumping produk Polyester Staple Fibers (PSF) dari Republik Rakyat China (RRC), India dan Taiwan. Petisi penyelidikan dumping itu berasal dari Aspsiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI) atas nama PT Teijin Indonesia Fiber Corp (TIFICO) dan PT Indonesia Toray Synthetic (PSF).[17]


b)     Regulasi yang Dipersiapkan Pemerintah

Pengaturan anti-dumping dalam hukum nasional Indonesia sebagai tindak lanjut dari ratifikasi Persetujuan pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun 1994 ternyata belum terdapat pengaturannya. Sehingga dalam hukum nasional di Indonesia diatur dalam :[18]
1)      UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
2)      Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan
3)      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 430/MPP/Kep/9/1999  tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim Operasional Antidumping
4)      Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara.

Saat ini inilah regulasi yang dimiliki oleh Indonesai dalam menagakomodir permasalahan dumping barulah setingkat peraturan pemerintah. Kedepannya diharapkan ada kebijakan dan keinginan dari pemerintah untuk membuat payung hukum yang lebih tinggi setingkat undang-undang, Sehingga, pelaku ekonomi domestik dapat dilindungi dan juga berguna untuk mestabilkan kondisi pasar dari pengaruh perdagangan bebas yang selama ini cenderung dinilai negarif terhadap perkembangan eknomi negara berkembang.

C.      PENUTUP

Tindakan persaingan antarpelaku ekonomi mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga ( price or nor price competition). Dumping merupakan sistem penjualan barang ke luar negeri dengan harga yang klebih murah dibandingkan dengan harga di negeri sendiri yang berada di bawah nilai normal. Karena nilai penjualan barang di luar negeri lebih murah, dumping mendapatkan reaksi yang keras, yaitu antidumping dari negara tujuan ekspor. Dalam perdagangan dunia sering terjadi sengketa dagang akibat dumping. Sengketa dagang tersebut penyelesaiannya diatur di dalam GATT-WTO.
Bagi Indonesia, dumping sering menjadi permasalahan dalam perdagangan dunia. Permasalahan yang kemudian timbul ialah apakah peraturan perundang-undangan Indonesia tentang dumping dan Antidumping telah cukup memberikan perlindungan kepada industri domestik terhadap impor barang dumping.


DAFTAR PUSTAKA


Wlliam K. Tabb, Tabir Politik Globalisasi, Lafad Pustaka, Jogjakarta, Okt 2006, cet-2 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari 2008-2009, hal 3

David Harvey, Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis, Resist Book, Jogjakarta, Januari 2009 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari 2008-2009, hal 3


Suyatno, Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum Penyiapan SDM Industri Manufaktur: Peluang dan Tantangan Era CAFTA" yang diselenggarakan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (TK FTI UII), 17 Februari 2010

Http// : www. google.com. terakhir di akses tanggal 21 Maret 2010. Harmonisasi Ketentuan anti Dumping Ke Dalam Hukum Nasional Indonesia Oleh: Daniel Suryana

Http// : bumiaksara.co.id. Praktik dumping dalam persaingan usaha

Kamus Hukum  http://www.kamushukum.com/indentri.php?indek=D&urut

Elips Kamus Hukum Ekonomi, Jakarta 1997, hal 105

Http//: www.usu.ac. Oleh :Aprilia Gayatri dan Femita Adriani Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan

Lihat Tesis Rita Erlina (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara/ 0475007012): Anti Dumping Dalam Perdagangan Internasional; Sinkronisasi Peraturan Anti Dumping Indonesia Terhadap WTO) Anti Dumping Agremeent.

Huala Adolf Hukum Ekonomi Internasional, 2005, hal 115

Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002,
Asean website,www.Aseansec.org.
Jawa Pos, Tanggal 10 Juli 2003

Harian Republika,  Rabu, 22 April 2009 pukul 20:31:00: Indonesia Selidiki Praktik Dumping oleh Ketua KADI, Halida Miljani.

http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.Aprilia Gayatri dan Femita Adriani, Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia” Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selata, Tugas hukum perdagangan internasional, Fakultas Hukum UNPAD
2008, Hal  14-15


[1] Dosen bagian Hukum Internasional  Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
[2] Http// : www. google.com. Daniel Suryana, “. Harmonisasi Ketentuan anti Dumping Ke Dalam Hukum Nasional Indonesiaterakhir di akses tanggal 21 Maret 2010
[3] Wlliam K. Tabb, Tabir Politik Globalisasi, Lafad Pustaka, Jogjakarta, Okt 2006, cet-2 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari 2008-2009, hal 3
[4] David Harvey, Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis, Resist Book, Jogjakarta, Januari 2009 dalam buletin Prakis Edisi No. 16 Th. IV Nopember – Februari 2008-2009, hal 3
[5] Suyatno, Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum Penyiapan SDM Industri Manufaktur “Peluang dan Tantangan Era CAFTA" yang diselenggarakan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (TK FTI UII), 17 Februari 2010
[6] Http// bumiaksara.co.id.
[7] Kamus Hukum  http://www.kamushukum.com/indentri.php?indek=D&urut
[8] Elips, Kamus Hukum Ekonomi, Jakarta, 1997, hal 105
[9] Http//: www.usu.ac. Aprilia Gayatri dan Femita Adriani, “Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan
[10] Lihat Tesis Rita Erlina (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara/ 0475007012)Anti Dumping Dalam Perdagangan Internasional; Sinkronisasi Peraturan Anti Dumping Indonesia Terhadap WTO” Anti Dumping Agremeent. hal 2
[11] Huala Adolf Hukum Ekonomi Internasional, 2005, hal 115
[12] Sekilas tentang WTO (World Trade Organization), hal 38
[13] Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002,
hal  44.
[14] Asean website,www.Aseansec.org.
[15] Jawa Pos, Tanggal 10 Juli 2003
[16]  Ibid
[17]  Harian Republika, Halida Miljani, Indonesia Selidiki Praktik Dumping  Rabu, 22 April 2009
[18] Http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.Aprilia Gayatri dan Femita Adriani, Tuduhan Praktek Dumping yang Dilakukan Indonesia Pada Sengketa Anti-dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan“ Fakultas Hukum UNPAD, 2008, hal  14-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar