Jumat, 22 Mei 2015

IRONI PENDIDIKAN DI NEGERI INI
Oleh: Inggrit Fernandes, SH., MH
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri)

Disaat peradaban saat ini begitu mengeyampingkan nilai-nilai religius, disaat yang bersamaan tumbuh suburlah paham-paham baru yang menjadi idola bagi para perusak tatanan bumi. Sebut saja hedonisme dan materialisme yang menjadikan sesorang begitu apatis dan materialistis. Segala sesuatu dinilai dengan materi dan kemewahan dan sering mengabaikan nilai-nilai yang begitu luhur yang sedari dulu sudah mengakar dalam karakter bangsa ini. Paham-paham baru ini mencetak generasi yang tidak lagi menghargai proses, mereka lebih tergiur dengan hasil. Meski, hasil yang mereka peroleh dengan menghalalkan segala cara.
Ujian akhir nasional, merupakan salah satu perhelatan akbar tahunan dibidang pendidikan. Baik tingkat SLTA, SLTP, SD atau sederajat. Tujuannya adalah bagaimana agar peserta didik mampu berkompetisi dengan tantangan yang diberikan yaitu berupa soal-soal yang menurut Menteri Pendidikan, kesanggupan dalam menjawabnya menjadi bukti dari proses belajar mengajar yang selama ini dilakukan. Dalam sebuah kompetisi, tentu ada yang menang dan kalah. Entah siapa yang menjadi pemenang dan siapa yang kalah, saat ini semuanya begitu abu-abu. Seakan saling membela diri dan ingin tampil segemilang mungkin. Menteri ingin dikatakan sukses dengan sistem yang ada, karena mampu mengecoh lawan (baca: siswa) dengan paket soal yang bejibun sehingga diharapkan tidak adalagi budaya mencontek. Peserta didik kalang kabut dengan taktik yang ada. Ibarat pertarungan dalam dunia persilatan. Jika murid tidak mampu mengalahkan lawan dengan jurus yang diwariskan sang guru, maka selanjutnya sang gurulah yang turun tangan. Ia Mengeluarkan jurus pamungkas. Karena ini adalah pertarungan nama baik perguruan.
Ironi memang, pendidikan yang diharapkan mampu membentuk karakter sebuah bangsa dan pemutus kejahiliyaan menuju kedigdayaan, justru masih mempertahankan kejahiliyaan itu sendiri. Inilah musibah yang sebenarnya akan meluluhlantakkan kemuliaan dan cita-cita mulia negeri besar ini. Ada beberapa perumpaan bagi peseta didik dan pendidik (baca:pemain) yang membuat kita sulit menampilkan Fair Play dalam penyelenggaraan Ujian Nasional. Pertama, masih adanya pemain yang bertanding memperebutkan kemenangan diluar arena kompetisi yang telah disepakati untuk digelar. Bagi pemain seperti ini kita sarankan agar secepatnya mendaftarkan diri lalu bertanding secara jantan dan bermartabat. Kedua, kelompok pemain yang alergi jika lawannya bertanding dengan membawa bendera kejujuran. Bagi pemain seperti ini, enyalahlah dari lapangan, karena tidak layak terdaftar sebagai pemain dinegeri yang katanya mayoritas penduduknya beragama ini. Ketiga, pemain yang ingin memenangkan pertandingan, tetapi tanpa bermain optimal. Untuk yang seperti ini disarankan seriuslah berlatih dan junjunglah sportifitas.
Butuh waktu yang panjang untuk mengurai benang kusut yang ada dalam dunia pendidikan kita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ketidakberhasilan dalam proses pendidikan adalah disebabkan oleh sistem, pendidik, sarana dan prasarana. Pertama, Sistem. Dalam hal ini perubahan kurikulum setiap saat akan berefek pada proses, munculnya ketidakjelasan, kebingungan dan kerancuan bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri. Kurikulum pendidikan kita yang try and error sebenarnya merupakan tindakan malpraktik oleh pembuat kebijakan. Akibatnya melahirkan produk yang cacat. Kedua, Pendidik. Pendidik yang sukses adalah pendidik yang tidak saja memberi materi tetapi diaharapkan juga mampu mentransfer nilai-nilai moral. Sehingga, peserta didik tidak kehilangan arah dan figur. Harus ada pawang yang mampu menjinakkan Jebakkan pemikiran liar tanpa kendali yang rentan melanda peserta didik pada masa pancaroba, itulah tugas mulia seorang pendidik. Ketiga, Sarana dan Prasarana merupakan alat yang mampu menjadi katalisator mutu pendidikan. Ini adalah tugas pemerintah untuk melengkapinya, tidak hanya didaerah yang mampu disorot media, tapi juga didaerah yang hanya mampu disorot oleh lampu-lampu dinding minyak tanah.

Ketika unsur-unsur yang menjadi syarat penjaminan mutu diatas sudah kita penuhi, maka berbangga hatilah, sebab, generasi kita kelak akan menjadi generasi yang berfikir intelek, berakhlak mulia dan bertindak profesional. Wallau’alam Bishowab.

Rabu, 20 Mei 2015

Part 1 ::
Sahabat, Jauh sudah kita melangkah, tak ada salahnya kita berhenti sejenak dan menoleh ke belakang menghitung banyak jejak yang sudah kita tinggalkan atau sekedar rehat sejenak menghilangkan penat sambil menghitung bekal yang masih dimiliki untuk melanjutkan perjalanan yang masih teramat panjang di hadapan. Kalau bekal nya terasa kurang, mari kita isi.
Sahabat, bekal yang dimaksud bukan materi semata yang selama ini di gembar-gembor oleh kaum hedonis. Bekal yang kita butuhkan adalah energi untuk bergerak. energi ini berupa bekal ruhiyah (iman) yang menjadikan diri kita terang benderang, sehingga cahayanya juga mampu menerangi sekelilingnya. Jika energi yang kita miliki kurang, maka cahaya itu akan redup dan sekelilingnya menjadi gelap bahkan ia juga bisa membakar sumbunya sendiri untuk bertahan nyala.
Sahabat, bukankah sebuah mobil juga berhenti di SPBU untuk mengisi bahan bakar agar ia bisa tetap berjalan. SPBU kita adalah taman-taman ilmu, majelis-majelis kebaikan yang bisa menghidupkan cahaya yang redup tadi. Jadilah lentera dimanapun berada, jika semua kita menjadi lentera maka cahayanya semakin nyala bahkan bisa mengalahkan cahaya Philip yang katanya “terang terus”.
Sahabat, terus terang kita juga bisa terang terus, jika kita senantiasa mencharge baterai iman yang kita miliki. Kalo gak percaya coba deh…..
Selamat mencoba sahabat-sahabat ku… ^^ 
(Pada angin yang berhembus, kubisikkan pesan rindu untuk sahabat-sahabtku.. semoga sepoi-sepoinya sanggup menembus jarak yang ada)


alhamdulillah