Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis batas Kontinen Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
Nama : Winda anggini putri Kelas : 5 B (hukum ) Mapel : hukum laut Nim : 301161010096
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral. pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah NKRI sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan. 2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya. 3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka. 4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya. Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan. Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Nama : zakaria Kelas : 5 B (hukum) Mapel : Hukum Laut Nim :301161010098
1. Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara ditentukan. Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI.
NAMA : RENI NOVITA SARI KELAS : V ( B) MAPEL : HUKUM LAUT NIM : 301161010073 Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”. Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : o Pembukaan UUD 1945 alenia IV o UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) o UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) o Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Perpu No. 4 Tahun 1960 Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. 3. UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). 4.Tap MPR VI Tahun 1978 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978 5. UU No. 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia6. UU No. 17 Tahun 1985 7. UU No. 6 Tahun 1996 Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. 8.PP No. 61 Tahun 1998 PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia (sebelah dalam dari garis pangkal) dan Laut Teritorial Indonesia. 9.PP No. 38 Tahun 2002 Pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial tang dilakukan dengan menggunakan: • Garis pangkal lurus kepulauan • Garis pangkal biasa • Garis pangkal lurus • Garis penutup teluk
GIAN FRANSCHIESA L. TORUAN 301161010031 A. Perpu No. 4 Tahun 1960 Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat. B. UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia.Barang siapa melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber kekayaan lain di Landas Kontinen Indonesia C. Tap MPR VI Tahun 1978 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978. D. UU No. 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) IndonesiaRepublik Indonesia juga mempunyai yurisdiksi yang berhubungan dengan: 1.Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan , instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan lainnya 2.Penelitian ilmiah mengenai kelautan 3.Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku E. UU No. 6 Tahun 1996 Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan,Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia yang selebar 12 mil laut dari garis pangkal, perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan, dan perairan pedalaman yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia. Panjang garis pangkal lurus kepulauan tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut , kecuali 3% dari jumlah keseluruhan garis-garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat melebihi kepanjangan tersebut hingga 125 (seratus dua puluh lima) mil laut F. PP No. 61 Tahun 1998 PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia (sebelah dalam dari garis pangkal) dan Laut Teritorial Indonesia
NAMA:ISMIDAR AZWIR NIM :30116101005 Perpu No. 4 Tahun 1960 Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia.
Tap MPR VI Tahun 1978 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978.
UU No. 5 Tahun !983 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia.
UU No. 17 Tahun 1985 Mengesahkan United Nations Convention the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) yang telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama seratus belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada 10 Desember 1982.
UU No. 6 Tahun 1996 Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia yang selebar 12 mil laut dari garis pangkal, perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan, dan perairan pedalaman yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia.
NAMA :FERDI PRATAMA DANI NIM :301161010027 KELAS :VB Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : o Pembukaan UUD 1945 alenia IV o UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) o UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) o Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Perpu No. 4 Tahun 1960 Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. 3. UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). 4.Tap MPR VI Tahun 1978 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978 5. UU No. 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia6. UU No. 17 Tahun 1985 7. UU No. 6 Tahun 1996 Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. 8.PP No. 61 Tahun 1998 PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri; 2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; 3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia; 4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya. Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) : 1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar; 2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini; 4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
Undang-Undang Nomor 4/ Prp. 1960 yang hanya terdiri dari 4 pasal pada hakekatnya merubah cara penetapan laut wilayah Indonesia dari suatu cara penetapan laut wilayah selebar 3 mil diukur dari garis pasang surut atau garis air rendah (low water line), menjadi laut wilayah selebar 12 mil diukur dari garis pangkal lurus yang ditarik dari ujung ke ujung. Seperti diketahui, cara penetapan garis pangkal lurus ini untuk pertama kalinya memperoleh pengakuan dalam hukum internasional melalui putusan Mahkamah Internasio-nal (International Court of Justice) dalam perkara sengketa perikanan Inggeris-Norwegia (Anglo-Norwegian Fisheries Case) tahun 1951 (lihat kasusnya dalam L.C. Green, International Law through the Cases, 1978:325) dan kemudian dikukuhkan dalam Pasal 5 Konvensi Geneva 1958 tentang Laut Teritorial, dan Jalur Tambahan maupun secara mutatis mutandis dalam Pasal 7 Konvensi Hukum Laut 1982.
Penarikan garis-garis pangkal lurus dari ujung ke ujung pulau-pulau terluar nusantara ini mempunyai dua akibat :
1. Jalur laut wilayah yang terbentuk melingkari kepulauan Indonesia;
2. Perairan yang terletak pada bagian dalam dari garis-garis pangkal lurus tersebut berubah statusnya dari laut wilayah ataupun laut lepas (high seas) menjadi perairan pedalaman (internal waters). Agar supaya perubahan status ini tidak mengganggu hak lalu lintas kapal asing yang telah ada sebelum cara penetapan batas wilayah, maka Pasal 3 menyatakan bahwa perairan pedalaman tersebut terbuka bagi lalu lintas damai kendaraan air asing.
Beberapa tahun setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4/Prp. 1960 tentang Perairan Indonesia, maka para petugas di laut merasakan adanya kebutuhan atau keperluan untuk mempertegas, serta menterjemahkan ketentuan hak lintas damai bagi kapal asing di perairan nusantara yang pada prinsipnya telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 4/Prp. 1960. Untuk mempertegas ketentuan lintas damai bagi kapal asing yang berada atau berlayar melalui perairan nusantara, maka Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1962 tentang Lalu Lintas Damai Kendaraan Asing di Perairan Indonesia.
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri; 2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; 3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia; 4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya. Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) : 1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar; 2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini; 4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
1. Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
Undang-Undang ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tahun 1958 yang menganut penetapan batas terluar landas kontinen berbeda dengan UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang ini dengan menyesuaikan sebagaimana mestinya ketentuan tentang batas terluar landas kontinen.
2. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Menurut Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.
Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi Undang-Undang.
Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri; 2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; 3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia; 4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya. Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) : 1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar; 2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini; 4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
NAMA : RHADIKA WULANDARI NIM : 301161010075 MAPEL : HUKUM LAUT Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia hal ini dirasa sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada tanggal 13 Desember 1957, saat pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan pengumuman pemerintah yang dikanal dengan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada dasarnya konsep deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan diantara pulau-pulau Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) karena laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu kesatuan dengan pualu-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan. Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU. Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis batas Kontinen Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul.
Nama : SARI DINAWATI Kelas : V B ( Hukum ) Mapel : Hukum Laut Nim : 301161010084
KETENTUAN – KETENTUAN YANG MENGATUR HAK LAUT INDONESIA
Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
Pada dasarnya Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang hak dan kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum dari berbagai zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar laut teritorial Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis pangkal yang dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang No. 4/Prp. tahun 1960 yang disesuaikan dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam UNCLOS. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 : 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : a. Pembukaan UUD 1945 alenia IV b. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) c. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) d. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya a. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) b. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. c.. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. d. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia e. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia f. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia g. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
NAMA : REKKA SRI MEGA PERDANA NIM : 301161010072 KELAS : V B
1. Perpu No. 4 Tahun 1960 Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari 2 bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah Indonesia selebar 12 mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat. 2. UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah RI sampai kedalaman 200 meter atau lebih. Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia. Barang siapa melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber kekayaan lain di Landas Kontinen Indonesia, diwajibkan mengambil langkah-langkah untuk: Mencegah terjadinya pencemaran air laut di Landas Kontinen Indonesia dan udara di atasnya, Mencegah meluasnya pencemaran dalam hal terjadi pencemaranDalam melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen harus diindahkan dan dilindungi kepentingan-kepentingan: Pertahanan dan keamanan nasional, Perhubungan, Telekomunikasi dan transmisi listrik di bawah laut, Perikanan,Penyelidikan oseanografi dan penyelidikan ilmiah,Cagar alam. Pelanggaran terhadap UU no. 1 Tahun 1973 ini diancam hukuman paling lama 6 tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,-. 3. Tap MPR VI Tahun 1978 MPR RI tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam NKRI pada tanggal 17 Juli 1978. 4. UU No. 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. 5. UU No. 17 Tahun 1985 Mengesahkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama seratus belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada 10 Desember 1982. 6. UU No. 6 Tahun 1996 Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. 7. PP No. 61 Tahun 1998 PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif, diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia dan Laut Teritorial Indonesia. 8. PP No. 38 Tahun 2002 Pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial tang dilakukan dengan menggunakan: Garis pangkal lurus kepulauan, Garis pangkal biasa, Garis pangkal lurus, Garis penutup teluk,Garis penutup muara sungai, terusan, dan kuala, Garis pangkal untuk mengukur lebar laut territorial, Garis penutup pada pelabuhan. 9. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 10. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 11. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 12. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
Nama : Khairun Nisa Nim : 301161010051 Kelas: Vb Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri; 2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; 3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia; 4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya. Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) : 1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar; 2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini; 4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya. 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
NAMA : ERNAWATI NIM : 301161010024 SEMESTER : V.B PERATURAN HUKUM LAUT DI INDONESIA 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : A. Pembukaan UUD 1945 alenia IV B. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) C. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) D. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya A. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) B. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. C. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. D. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia E. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia F. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia G. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
KONSEPSI WAWASAN NUSANTARA MENJELMA MENJADI PASAL-PASAL KONVENSI HUKUM LAUT . Adapun dua konsepsi yang dimakhsud adalah : • Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki, karena itu negara atau bangsa yang berdekatan boleh memilikinya • Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik bersama, karena itu tidak boleh dimiliki oleh negara atau bangsa manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang dimakhsudkan ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius meskipun terbatas (3 mil laut). Konsepsi negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS II tidak memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya berubah ke dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi negara kepulauan di dalam konvensi hukum laut 1982 dan mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP tahun 1960. Kanada menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April, Konsepsi negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk Konvensi ini. Indonesia telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nation Convention On the Law of The Sea yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985. Penjelasan UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi bangsa dan negara RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas negara kepulauan yang selama 25 tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat Internasional. Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termakhtub dalam ketetapan MPR tentang GBHN yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
Nama : IRMA ROZA SITOMPUL Kelas : 5 B (hukum ) Mapel : hukum laut Nim : 301161010042
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral. pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah NKRI sebagai berikut : 1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan. 2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya. 3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka. 4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya. Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan. Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
1. TZMKO 1939 (Territoriale Zee in Maritieme Kringen Ordonantie) 1939 Aturan peninggalan penjajahan Belanda ini diberlakukan pada 1939 sampai 1957. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa laut territorial Hindia Belanda/Indonesia adalah sejauh 3 mil dari garis pangkal dengan menggunakan garis pangkal normal. 2. Deklarasi Juanda 1957 3. Perpu No. 4 Tahun 1960 4. UU No. 1 Tahun 1973 5. Tap MPR VI Tahun 1978 6. UU No. 5 Tahun 1983 Isi dari Undang-undang ini, terdiri dari 9 bab dan 21 pasal, yang garis besarnya adalah : 1. Pengertian ZEE dan hak yang melekat padanya (pasal 2-4); 2. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di ZEE (pasal 5-8); 3. Penegakan hukum perdata (pasal 9-12); 4. Penegakan hukum pidana (pasal 13-18). 7. UU No. 17 Tahun 1985 8. UU No. 6 Tahun 1996 9. PP No. 61 Tahun 1998 10. PP No. 38 Tahun 2002 11. Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang direvisi dengan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Kedua Undang-undang ini mengatur tentang setiap kegiatan yang berkaitan dengan Pengelolaan perikanan, meliputi; Penangkapan ikan (jumlah dan jenis ikan); Pembudidayaan ikan; Alat penangkapan ikan (jenis dan ukuran alat); Daerah penangkapan ikan; Perusahaan perikanan (SIUP); Perlindungan jenis-jenis tertentu; Kapal perikanan (SIPI); Pengawasan perikanan; Pengadilan perikanan 12. Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil yang direvisi melalui Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil Undang-undang ini mengatur mengenai hak dan kewenangan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Negara, dan dalam pelaksanaannya diserahkan kepada orang perorangan dan badah usaha. Beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 dicabut dan direvisi dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2014. 13. Undang-undang nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara Undang-undang nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara mengatur beberapa hal yang sudah pernah dibahas dalam peraturan sebelumnya, yaitu : a. Wilayah Negara yang terdiri dari darat, laut, udara dan dasar laut (Undang-undang nomor 6 tahun 1996); b. Batas-batas wilayah Negara RI dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini (darat) dan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Australia, Vietnam, India, dan Palau (laut); c. Hak berdaulat terhadap ZEE (undang-undang nomor 5 tahun 1983) dan Landas kontinen (undang-undang nomor 1 tahun 1973); d. Pemanfaatan sumber daya laut (Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dan undang-undang nomor 27 tahun 2007); 14. Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 74 pasal, berisi beberapa hal, yaitu : a. Pengertian beberapa hal seperti laut, kelautan, Negara kepulauan dsb (p. 1). b. Asas dan tujuan (psl 3 dan 4) c. Ruang lingkup, yang terdiri dari : Wilayah laut (pasal 5-12), Pembangunan kelautan (pasal 1 butir 6 jo pasal 13); d. Pengelolaan kelautan (pasal 1 butir 8 jo. Pasal 14-33); e. Pemanfaatan sumber daya kelautan f. Pengusahaan sumber daya kelautan g. Pengembangan kelautan (pasal 34-41) h. Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut (pasal 42-57)
1. TZMKO 1939 (Territoriale Zee in Maritieme Kringen Ordonantie) 1939. Aturan peninggalan penjajahan Belanda ini diberlakukan pada 1939 sampai 1957. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa laut territorial Hindia Belanda/Indonesia adalah sejauh 3 mil dari garis pangkal dengan menggunakan garis pangkal normal. 2. Deklarasi Juanda 1957 dan Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960. Deklarasi ini dikeluarkan karena pemerintah RI merasa peraturan TZMKO menjadikan Indonesia sebagai Negara yang terpisah-pisah. Untuk menguatkan pernyataan deklarasi ini, maka pemerintah RI mengundangkannya dalam Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. 3. Undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1973, sebelum lahirnya UNCLOS 1982. Undang-undang ini terdiri dari 8 bab dan 14 pasal, yang secara garis besar berisi ketentuan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat dan eksklusif di landas kontinen Indonesia dan pemanfaatannya tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum Indonesia. 4. Undang -undang nomor 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1983, 2 tahun sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982. Artinya Indonesia telah lebih dahulu memberlakukan beberapa aturan hukum laut yang kemudian diatur di dalam UNCLOS 1982. 5. Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan KHL 1982. Undang-undang ini terdiri dari 2 pasal yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menerima dan mengesahkan UNCLOS 1982 menjadi Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya UNCLOS 1982 maka berarti luas laut yang tunduk pada kedaulatan Indonesia, (selain dari perairan pedalaman, laut territorial, ZEE dan Landas Kontinen yang sebelumnya telah diatur dalam hukum nasional), ditambah dengan adanya Zona Tambahan (Contigous Zone) . Selain itu Unclos juga mengatur mengenai hak dan kewajiban Negara di laut yang tidak tunduk pada kedaulatan nasional, yaitu laut lepas (High seas) dan kawasan (Area). 6. Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 7 bab dan 27 pasal, yang pada intinya menegaskan kembali aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam deklarasi Juanda 1957, Undang-undang nomor 4 Prp 1960, dan Undang-undang nomor 17 tahun 1985. Dan dalam pasal 26 ditegaskan bahwa undang-undang ini mencabut undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. 7. Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang direvisi dengan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. 8. Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil yang direvisi melalui Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil. Undang-undang ini mengatur mengenai hak dan kewenangan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Negara, dan dalam pelaksanaannya diserahkan kepada orang perorangan dan badah usaha. Beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 dicabut dan direvisi dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2014. 9. Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 74 pasal.
NAMA : MALIAN NIM : 301161010101 1. Deklarasi Juanda 1957 dan Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960. Deklarasi ini dikeluarkan karena pemerintah RI merasa peraturan TZMKO menjadikan Indonesia sebagai Negara yang terpisah-pisah. Untuk menguatkan pernyataan deklarasi ini, maka pemerintah RI mengundangkannya dalam Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. 2. Undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1973, sebelum lahirnya UNCLOS 1982. Undang-undang ini terdiri dari 8 bab dan 14 pasal, yang secara garis besar berisi ketentuan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat dan eksklusif di landas kontinen Indonesia dan pemanfaatannya tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum Indonesia. 3. Undang -undang nomor 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1983, 2 tahun sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982. Artinya Indonesia telah lebih dahulu memberlakukan beberapa aturan hukum laut yang kemudian diatur di dalam UNCLOS 1982. 4. Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan KHL 1982. Undang-undang ini terdiri dari 2 pasal yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menerima dan mengesahkan UNCLOS 1982 menjadi Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya UNCLOS 1982 maka berarti luas laut yang tunduk pada kedaulatan Indonesia, (selain dari perairan pedalaman, laut territorial, ZEE dan Landas Kontinen yang sebelumnya telah diatur dalam hukum nasional), ditambah dengan adanya Zona Tambahan (Contigous Zone) . Selain itu Unclos juga mengatur mengenai hak dan kewajiban Negara di laut yang tidak tunduk pada kedaulatan nasional, yaitu laut lepas (High seas) dan kawasan (Area). 5. Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 7 bab dan 27 pasal, yang pada intinya menegaskan kembali aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam deklarasi Juanda 1957, Undang-undang nomor 4 Prp 1960, dan Undang-undang nomor 17 tahun 1985. Dan dalam pasal 26 ditegaskan bahwa undang-undang ini mencabut undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
NAMA : NARWAN NIM : 301161010062 KELAS : V.B MAPEL : HUKUM LAUT Sumber-sumber Hukum Laut Sampai tahun 1958, ketentuan-ketentuan umum mengenai laut terutama didasarkan atas hokum kebiasaan, Sebagaimana kita ketahui, Hukum kebiasaan ini lahir atas perbuatan yang sama yang dilakukan secara terus-menerus atas dasar kesamaan kebutuhan dilaut sepanjang zaman, sebelumnya ada beberpa konvensi, tetapi hanya mengatur hal-hal yang khusus seperti konvensi untukmenyelamatkan jiwa manusia di laut, 20 Januari 1914 diperbarui 31 Mei 1923 dan konvensi Bruxells 10 Mei 1952 mengenai tabrakan-tabrakan kapal di laut.
Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”. Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median. Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : 1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV 1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) 1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) 1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983 2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya 2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) 2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. 2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. 2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia 2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia 2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 :
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan : a. Pembukaan UUD 1945 alenia IV b. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 ) c. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) d. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut (perairan) yang mengimplementasikannya a. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra ) b. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. c. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia. d. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia e. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia f. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia g. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Adapun pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri; 2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; 3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia; 4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) : 1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar; 2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini; 4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
Ayo di jawab
BalasHapusNama : Cindi Mairika Sari
HapusNim : 301161010017
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis batas Kontinen
Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul.
NAMA : R DIMAS MAHENDRA
BalasHapusNIM : 301161010067
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra)
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Winda anggini putri
BalasHapusKelas : 5 B (hukum )
Mapel : hukum laut
Nim : 301161010096
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia
Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah NKRI sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.
Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.
Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Nama : zakaria
BalasHapusKelas : 5 B (hukum)
Mapel : Hukum Laut
Nim :301161010098
1. Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia
Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara ditentukan.
Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus
BalasHapusNAMA : RENI NOVITA SARI
KELAS : V ( B)
MAPEL : HUKUM LAUT
NIM : 301161010073
Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI
Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.
Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
o Pembukaan UUD 1945 alenia IV
o UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
o UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
o Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Perpu No. 4 Tahun 1960
Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. 3. UU No. 1 Tahun 1973
Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan).
4.Tap MPR VI Tahun 1978
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978
5. UU No. 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia6. UU No. 17 Tahun 1985
7. UU No. 6 Tahun 1996
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. 8.PP No. 61 Tahun 1998
PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia (sebelah dalam dari garis pangkal) dan Laut Teritorial Indonesia.
9.PP No. 38 Tahun 2002
Pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial tang dilakukan dengan menggunakan:
• Garis pangkal lurus kepulauan
• Garis pangkal biasa
• Garis pangkal lurus
• Garis penutup teluk
GIAN FRANSCHIESA L. TORUAN
BalasHapus301161010031
A. Perpu No. 4 Tahun 1960
Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
B. UU No. 1 Tahun 1973
Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia.Barang siapa melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber kekayaan lain di Landas Kontinen Indonesia
C. Tap MPR VI Tahun 1978
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978.
D. UU No. 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) IndonesiaRepublik Indonesia juga mempunyai yurisdiksi yang berhubungan dengan:
1.Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan , instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan lainnya
2.Penelitian ilmiah mengenai kelautan
3.Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku
E. UU No. 6 Tahun 1996
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan,Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia yang selebar 12 mil laut dari garis pangkal, perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan, dan perairan pedalaman yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia. Panjang garis pangkal lurus kepulauan tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut , kecuali 3% dari jumlah keseluruhan garis-garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat melebihi kepanjangan tersebut hingga 125 (seratus dua puluh lima) mil laut
F. PP No. 61 Tahun 1998
PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia (sebelah dalam dari garis pangkal) dan Laut Teritorial Indonesia
NAMA:ISMIDAR AZWIR
BalasHapusNIM :30116101005
Perpu No. 4 Tahun 1960
Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
UU No. 1 Tahun 1973
Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan). Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia.
Tap MPR VI Tahun 1978
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978.
UU No. 5 Tahun !983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia.
UU No. 17 Tahun 1985
Mengesahkan United Nations Convention the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) yang telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama seratus belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada 10 Desember 1982.
UU No. 6 Tahun 1996
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia yang selebar 12 mil laut dari garis pangkal, perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan, dan perairan pedalaman yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia.
NAMA :FERDI PRATAMA DANI
BalasHapusNIM :301161010027
KELAS :VB
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
o Pembukaan UUD 1945 alenia IV
o UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
o UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
o Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Perpu No. 4 Tahun 1960
Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari dua bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah (laut teritorial) Indonesia selebar dua belas (12) mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. 3. UU No. 1 Tahun 1973
Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah (teritorial) Republik Indonesia (sebagaimana Perpu no. 4 tahun 1960) sampai kedalaman 200 meter atau lebih (jika memungkinkan).
4.Tap MPR VI Tahun 1978
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Juli 1978
5. UU No. 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah (teritorial) Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar dua ratus (200) mil laut diukur dari garis pangkal (garis dasar) laut wilayah (teritorial) Indonesia6. UU No. 17 Tahun 1985
7. UU No. 6 Tahun 1996
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. 8.PP No. 61 Tahun 1998
PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas (mengacu pada Perpu No. 4 Tahun 1960) serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (sesuai UU No. 5 Tahun 1983), diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia
Nama : Didiek Kuspramono
BalasHapusNim : 301161010021
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri;
2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat;
3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia;
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) :
1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
Nama : samsul bahri
BalasHapusNim : 301161010111
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra)
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
Nama : Dedy chandra
BalasHapusNim : 301161010104
Undang-Undang Nomor 4/ Prp. 1960 yang hanya terdiri dari 4 pasal pada hakekatnya merubah cara penetapan laut wilayah Indonesia dari suatu cara penetapan laut wilayah selebar 3 mil diukur dari garis pasang surut atau garis air rendah (low water line), menjadi laut wilayah selebar 12 mil diukur dari garis pangkal lurus yang ditarik dari ujung ke ujung. Seperti diketahui, cara penetapan garis pangkal lurus ini untuk pertama kalinya memperoleh pengakuan dalam hukum internasional melalui putusan Mahkamah Internasio-nal (International Court of Justice) dalam perkara sengketa perikanan Inggeris-Norwegia (Anglo-Norwegian Fisheries Case) tahun 1951 (lihat kasusnya dalam L.C. Green, International Law through the Cases, 1978:325) dan kemudian dikukuhkan dalam Pasal 5 Konvensi Geneva 1958 tentang Laut Teritorial, dan Jalur Tambahan maupun secara mutatis mutandis dalam Pasal 7 Konvensi Hukum Laut 1982.
Penarikan garis-garis pangkal lurus dari ujung ke ujung pulau-pulau terluar nusantara ini mempunyai dua akibat :
1. Jalur laut wilayah yang terbentuk melingkari kepulauan Indonesia;
2. Perairan yang terletak pada bagian dalam dari garis-garis pangkal lurus tersebut berubah statusnya dari laut wilayah ataupun laut lepas (high seas) menjadi perairan pedalaman (internal waters). Agar supaya perubahan status ini tidak mengganggu hak lalu lintas kapal asing yang telah ada sebelum cara penetapan batas wilayah, maka Pasal 3 menyatakan bahwa perairan pedalaman tersebut terbuka bagi lalu lintas damai kendaraan air asing.
Beberapa tahun setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4/Prp. 1960 tentang Perairan Indonesia, maka para petugas di laut merasakan adanya kebutuhan atau keperluan untuk mempertegas, serta menterjemahkan ketentuan hak lintas damai bagi kapal asing di perairan nusantara yang pada prinsipnya telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 4/Prp. 1960. Untuk mempertegas ketentuan lintas damai bagi kapal asing yang berada atau berlayar melalui perairan nusantara, maka Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1962 tentang Lalu Lintas Damai Kendaraan Asing di Perairan Indonesia.
Nama : Adri Kurniawan
BalasHapusNim : 301161010006
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri;
2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat;
3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia;
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) :
1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
Nama : Khairil Liza
BalasHapusNIM : 301161010050
1. Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
Undang-Undang ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tahun 1958 yang menganut penetapan batas terluar landas kontinen berbeda dengan UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang ini dengan menyesuaikan sebagaimana mestinya ketentuan tentang batas terluar landas kontinen.
2. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Menurut Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.
Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi Undang-Undang.
Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.
Nama : Adri Kurniawan
BalasHapusNim : 301161010006
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri;
2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat;
3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia;
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) :
1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
NAMA : RHADIKA WULANDARI
BalasHapusNIM : 301161010075
MAPEL : HUKUM LAUT
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia hal ini dirasa sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada tanggal 13 Desember 1957, saat pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan pengumuman pemerintah yang dikanal dengan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada dasarnya konsep deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan diantara pulau-pulau Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) karena laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu kesatuan dengan pualu-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.
Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis batas Kontinen
Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti kemungkinan ketegangan akan timbul.
Nama : SARI DINAWATI
BalasHapusKelas : V B ( Hukum )
Mapel : Hukum Laut
Nim : 301161010084
KETENTUAN – KETENTUAN YANG MENGATUR HAK LAUT INDONESIA
Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
Pada dasarnya Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang hak dan kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum dari berbagai zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar laut teritorial Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis pangkal yang dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang No. 4/Prp. tahun 1960 yang disesuaikan dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam UNCLOS.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 :
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
NAMA : ROZA YASNI
BalasHapusNIM : 301161010081
KELAS : VB
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
a. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
b. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
c. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
d. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
a. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
b. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
c.. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
d. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
e. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
f. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
g. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
NAMA : REKKA SRI MEGA PERDANA
BalasHapusNIM : 301161010072
KELAS : V B
1. Perpu No. 4 Tahun 1960
Indonesia berkedaulatan penuh atas Perairan Indonesia, baik kekayaan lautnya, maupun tanah di bawahnya. Perairan Indonesia terdiri dari 2 bagian. Pertama adalah perairan pedalaman, yaitu perairan yang berada di dalam garis dasar. Kedua adalah laut wilayah Indonesia selebar 12 mil laut di luar garis dasar dan diukur tegak lurus terhadapnya. Garis dasar adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
2. UU No. 1 Tahun 1973
Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah RI sampai kedalaman 200 meter atau lebih. Negara memiliki kuasa penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia. Barang siapa melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber kekayaan lain di Landas Kontinen Indonesia, diwajibkan mengambil langkah-langkah untuk: Mencegah terjadinya pencemaran air laut di Landas Kontinen Indonesia dan udara di atasnya, Mencegah meluasnya pencemaran dalam hal terjadi pencemaranDalam melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen harus diindahkan dan dilindungi kepentingan-kepentingan: Pertahanan dan keamanan nasional, Perhubungan, Telekomunikasi dan transmisi listrik di bawah laut, Perikanan,Penyelidikan oseanografi dan penyelidikan ilmiah,Cagar alam. Pelanggaran terhadap UU no. 1 Tahun 1973 ini diancam hukuman paling lama 6 tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,-.
3. Tap MPR VI Tahun 1978
MPR RI tentang pengukuhan penyatuan wilayah Timor Timur ke dalam NKRI pada tanggal 17 Juli 1978.
4. UU No. 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
5. UU No. 17 Tahun 1985
Mengesahkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama seratus belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada 10 Desember 1982.
6. UU No. 6 Tahun 1996
Indonesia adalah Negara Kepulauan. Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Indonesia merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.
7. PP No. 61 Tahun 1998
PP ini berisi tentang garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari garis-garis air rendah pulau-pulau terluar secara rinci. Dengan berlakunya PP ini, maka perairan Indonesia di sekitar Laut Natuna yang semula merupakan laut lepas serta bagian selatannya yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif, diklaim sebagai Perairan Kepulauan Indonesia dan Laut Teritorial Indonesia.
8. PP No. 38 Tahun 2002
Pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial tang dilakukan dengan menggunakan: Garis pangkal lurus kepulauan, Garis pangkal biasa, Garis pangkal lurus, Garis penutup teluk,Garis penutup muara sungai, terusan, dan kuala, Garis pangkal untuk mengukur lebar laut territorial, Garis penutup pada pelabuhan.
9. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
10. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
11. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
12. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
Nama : Khairun Nisa
HapusNim : 301161010051
Kelas: Vb
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
Pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri;
2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat;
3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia;
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) :
1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra)
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI.
NAMA : ERNAWATI
BalasHapusNIM : 301161010024
SEMESTER : V.B
PERATURAN HUKUM LAUT DI INDONESIA
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
A. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
B. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
C. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
D. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
A. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
B. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
C. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
D. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
E. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
F. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
G. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
KONSEPSI WAWASAN NUSANTARA MENJELMA MENJADI PASAL-PASAL KONVENSI HUKUM LAUT .
Adapun dua konsepsi yang dimakhsud adalah :
• Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki, karena itu negara atau bangsa yang berdekatan boleh memilikinya
• Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik bersama, karena itu tidak boleh dimiliki oleh negara atau bangsa manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang dimakhsudkan ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius meskipun terbatas (3 mil laut).
Konsepsi negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS II tidak memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya berubah ke dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi negara kepulauan di dalam konvensi hukum laut 1982 dan mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP tahun 1960.
Kanada menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April, Konsepsi negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk Konvensi ini.
Indonesia telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no 17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nation Convention On the Law of The Sea yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.
Penjelasan UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi bangsa dan negara RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas negara kepulauan yang selama 25 tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat Internasional.
Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termakhtub dalam ketetapan MPR tentang GBHN yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
Nama : IRMA ROZA SITOMPUL
BalasHapusKelas : 5 B (hukum )
Mapel : hukum laut
Nim : 301161010042
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia
Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas perairan netral.
pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah NKRI sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.
Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.
Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Nama : Heni Putri Rahmadanti
BalasHapusNim : 301161010108
1. TZMKO 1939 (Territoriale Zee in Maritieme Kringen Ordonantie) 1939
Aturan peninggalan penjajahan Belanda ini diberlakukan pada 1939 sampai 1957. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa laut territorial Hindia Belanda/Indonesia adalah sejauh 3 mil dari garis pangkal dengan menggunakan garis pangkal normal.
2. Deklarasi Juanda 1957
3. Perpu No. 4 Tahun 1960
4. UU No. 1 Tahun 1973
5. Tap MPR VI Tahun 1978
6. UU No. 5 Tahun 1983
Isi dari Undang-undang ini, terdiri dari 9 bab dan 21 pasal, yang garis besarnya adalah :
1. Pengertian ZEE dan hak yang melekat padanya (pasal 2-4);
2. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di ZEE (pasal 5-8);
3. Penegakan hukum perdata (pasal 9-12);
4. Penegakan hukum pidana (pasal 13-18).
7. UU No. 17 Tahun 1985
8. UU No. 6 Tahun 1996
9. PP No. 61 Tahun 1998
10. PP No. 38 Tahun 2002
11. Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang direvisi dengan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
Kedua Undang-undang ini mengatur tentang setiap kegiatan yang berkaitan dengan Pengelolaan perikanan, meliputi; Penangkapan ikan (jumlah dan jenis ikan); Pembudidayaan ikan; Alat penangkapan ikan (jenis dan ukuran alat); Daerah penangkapan ikan; Perusahaan perikanan (SIUP); Perlindungan jenis-jenis tertentu; Kapal perikanan (SIPI); Pengawasan perikanan; Pengadilan perikanan
12. Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil yang direvisi melalui Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil
Undang-undang ini mengatur mengenai hak dan kewenangan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Negara, dan dalam pelaksanaannya diserahkan kepada orang perorangan dan badah usaha. Beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 dicabut dan direvisi dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2014.
13. Undang-undang nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Undang-undang nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara mengatur beberapa hal yang sudah pernah dibahas dalam peraturan sebelumnya, yaitu :
a. Wilayah Negara yang terdiri dari darat, laut, udara dan dasar laut (Undang-undang nomor 6 tahun 1996);
b. Batas-batas wilayah Negara RI dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini (darat) dan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Australia, Vietnam, India, dan Palau (laut);
c. Hak berdaulat terhadap ZEE (undang-undang nomor 5 tahun 1983) dan Landas kontinen (undang-undang nomor 1 tahun 1973);
d. Pemanfaatan sumber daya laut (Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dan undang-undang nomor 27 tahun 2007);
14. Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan
Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 74 pasal, berisi beberapa hal, yaitu :
a. Pengertian beberapa hal seperti laut, kelautan, Negara kepulauan dsb (p. 1).
b. Asas dan tujuan (psl 3 dan 4)
c. Ruang lingkup, yang terdiri dari : Wilayah laut (pasal 5-12), Pembangunan kelautan (pasal 1 butir 6 jo pasal 13);
d. Pengelolaan kelautan (pasal 1 butir 8 jo. Pasal 14-33);
e. Pemanfaatan sumber daya kelautan
f. Pengusahaan sumber daya kelautan
g. Pengembangan kelautan (pasal 34-41)
h. Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut (pasal 42-57)
NAMA : ADE HERWINA
BalasHapusNIM : 301161010005
1. TZMKO 1939 (Territoriale Zee in Maritieme Kringen Ordonantie) 1939. Aturan peninggalan penjajahan Belanda ini diberlakukan pada 1939 sampai 1957. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa laut territorial Hindia Belanda/Indonesia adalah sejauh 3 mil dari garis pangkal dengan menggunakan garis pangkal normal.
2. Deklarasi Juanda 1957 dan Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960. Deklarasi ini dikeluarkan karena pemerintah RI merasa peraturan TZMKO menjadikan Indonesia sebagai Negara yang terpisah-pisah. Untuk menguatkan pernyataan deklarasi ini, maka pemerintah RI mengundangkannya dalam Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
3. Undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1973, sebelum lahirnya UNCLOS 1982. Undang-undang ini terdiri dari 8 bab dan 14 pasal, yang secara garis besar berisi ketentuan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat dan eksklusif di landas kontinen Indonesia dan pemanfaatannya tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum Indonesia.
4. Undang -undang nomor 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1983, 2 tahun sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982. Artinya Indonesia telah lebih dahulu memberlakukan beberapa aturan hukum laut yang kemudian diatur di dalam UNCLOS 1982.
5. Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan KHL 1982. Undang-undang ini terdiri dari 2 pasal yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menerima dan mengesahkan UNCLOS 1982 menjadi Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya UNCLOS 1982 maka berarti luas laut yang tunduk pada kedaulatan Indonesia, (selain dari perairan pedalaman, laut territorial, ZEE dan Landas Kontinen yang sebelumnya telah diatur dalam hukum nasional), ditambah dengan adanya Zona Tambahan (Contigous Zone) . Selain itu Unclos juga mengatur mengenai hak dan kewajiban Negara di laut yang tidak tunduk pada kedaulatan nasional, yaitu laut lepas (High seas) dan kawasan (Area).
6. Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 7 bab dan 27 pasal, yang pada intinya menegaskan kembali aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam deklarasi Juanda 1957, Undang-undang nomor 4 Prp 1960, dan Undang-undang nomor 17 tahun 1985. Dan dalam pasal 26 ditegaskan bahwa undang-undang ini mencabut undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
7. Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang direvisi dengan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
8. Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil yang direvisi melalui Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil. Undang-undang ini mengatur mengenai hak dan kewenangan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Negara, dan dalam pelaksanaannya diserahkan kepada orang perorangan dan badah usaha. Beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 dicabut dan direvisi dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2014.
9. Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 74 pasal.
NAMA : MALIAN
BalasHapusNIM : 301161010101
1. Deklarasi Juanda 1957 dan Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960. Deklarasi ini dikeluarkan karena pemerintah RI merasa peraturan TZMKO menjadikan Indonesia sebagai Negara yang terpisah-pisah. Untuk menguatkan pernyataan deklarasi ini, maka pemerintah RI mengundangkannya dalam Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
2. Undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1973, sebelum lahirnya UNCLOS 1982. Undang-undang ini terdiri dari 8 bab dan 14 pasal, yang secara garis besar berisi ketentuan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat dan eksklusif di landas kontinen Indonesia dan pemanfaatannya tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum Indonesia.
3. Undang -undang nomor 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1983, 2 tahun sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982. Artinya Indonesia telah lebih dahulu memberlakukan beberapa aturan hukum laut yang kemudian diatur di dalam UNCLOS 1982.
4. Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan KHL 1982. Undang-undang ini terdiri dari 2 pasal yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menerima dan mengesahkan UNCLOS 1982 menjadi Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya UNCLOS 1982 maka berarti luas laut yang tunduk pada kedaulatan Indonesia, (selain dari perairan pedalaman, laut territorial, ZEE dan Landas Kontinen yang sebelumnya telah diatur dalam hukum nasional), ditambah dengan adanya Zona Tambahan (Contigous Zone) . Selain itu Unclos juga mengatur mengenai hak dan kewajiban Negara di laut yang tidak tunduk pada kedaulatan nasional, yaitu laut lepas (High seas) dan kawasan (Area).
5. Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 7 bab dan 27 pasal, yang pada intinya menegaskan kembali aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam deklarasi Juanda 1957, Undang-undang nomor 4 Prp 1960, dan Undang-undang nomor 17 tahun 1985. Dan dalam pasal 26 ditegaskan bahwa undang-undang ini mencabut undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
NAMA : NARWAN
BalasHapusNIM : 301161010062
KELAS : V.B
MAPEL : HUKUM LAUT
Sumber-sumber Hukum Laut
Sampai tahun 1958, ketentuan-ketentuan umum mengenai laut terutama didasarkan atas hokum kebiasaan, Sebagaimana kita ketahui, Hukum kebiasaan ini lahir atas perbuatan yang sama yang dilakukan secara terus-menerus atas dasar kesamaan kebutuhan dilaut sepanjang zaman, sebelumnya ada beberpa konvensi, tetapi hanya mengatur hal-hal yang khusus seperti konvensi untukmenyelamatkan jiwa manusia di laut, 20 Januari 1914 diperbarui 31 Mei 1923 dan konvensi Bruxells 10 Mei 1952 mengenai tabrakan-tabrakan kapal di laut.
Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI
Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.
Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Nama : Nia Delfitri
BalasHapusNIM : 301161010099
Jawaban :
Peraturan Hukum Laut di Indonesia
Aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945 :
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
a. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
b. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
c. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
d. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut (perairan) yang mengimplementasikannya
a. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan Nusantra )
b. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
c. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
d. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
e. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
f. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
g. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Adapun pernyataan Pemerintah tentang wilayah perairan Indonesia pada tanggal 13 Desember tahun 1957 dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan (Mochar Kusumaatma-dja, 1978:187) sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat, dan corak tersendiri sehingga memer-lukan pengaturan tersendiri;
2. Bahwa demi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Repub-lik Indonesia, semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat;
3. Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari Pemerintah kolonial sebagaimana tercan-tum di dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kriengen Ordonnantie” 1939 Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi de-ngan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia;
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.
Pengaturan perairan Indonesia yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan menggunakan prosedur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Adapun isi dari Perpu yang diundangkan berlakunya pada tanggal 18 Februari 1960 dan kemudian lebih dikenal dengan Undang-Undang No.4/Prp.1960 adalah sebagai berikut (Mochtar Kusuma-atmadja, 1978:194) :
1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
2. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak di dalam garis-garis pangkal lurus, ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
3. Jalur laut wilayah (laut teritorial) selebar 12 mil diukur atau terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
4. Lalu lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters) dijamin selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan meng-ganggu keamanan serta ketertibannya.