IRONI PENDIDIKAN DI NEGERI INI
Oleh: Inggrit Fernandes, SH., MH
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam
Indragiri)
Disaat peradaban saat ini begitu
mengeyampingkan nilai-nilai religius, disaat yang bersamaan tumbuh suburlah
paham-paham baru yang menjadi idola bagi para perusak tatanan bumi. Sebut saja
hedonisme dan materialisme yang menjadikan sesorang begitu apatis dan
materialistis. Segala sesuatu dinilai dengan materi dan kemewahan dan sering
mengabaikan nilai-nilai yang begitu luhur yang sedari dulu sudah mengakar dalam
karakter bangsa ini. Paham-paham baru ini mencetak generasi yang tidak lagi
menghargai proses, mereka lebih tergiur dengan hasil. Meski, hasil yang mereka
peroleh dengan menghalalkan segala cara.
Ujian akhir nasional, merupakan salah
satu perhelatan akbar tahunan dibidang pendidikan. Baik tingkat SLTA, SLTP, SD
atau sederajat. Tujuannya adalah bagaimana agar peserta didik mampu
berkompetisi dengan tantangan yang diberikan yaitu berupa soal-soal yang
menurut Menteri Pendidikan, kesanggupan dalam menjawabnya menjadi bukti dari proses
belajar mengajar yang selama ini dilakukan. Dalam sebuah kompetisi, tentu ada
yang menang dan kalah. Entah siapa yang menjadi pemenang dan siapa yang kalah,
saat ini semuanya begitu abu-abu. Seakan saling membela diri dan ingin tampil
segemilang mungkin. Menteri ingin dikatakan sukses dengan sistem yang ada,
karena mampu mengecoh lawan (baca: siswa) dengan paket soal yang bejibun sehingga
diharapkan tidak adalagi budaya mencontek. Peserta didik kalang kabut dengan
taktik yang ada. Ibarat pertarungan dalam dunia persilatan. Jika murid tidak
mampu mengalahkan lawan dengan jurus yang diwariskan sang guru, maka
selanjutnya sang gurulah yang turun tangan. Ia Mengeluarkan jurus pamungkas.
Karena ini adalah pertarungan nama baik perguruan.
Ironi memang, pendidikan yang
diharapkan mampu membentuk karakter sebuah bangsa dan pemutus kejahiliyaan
menuju kedigdayaan, justru masih mempertahankan kejahiliyaan itu sendiri.
Inilah musibah yang sebenarnya akan meluluhlantakkan kemuliaan dan cita-cita
mulia negeri besar ini. Ada beberapa perumpaan bagi peseta didik dan pendidik (baca:pemain)
yang membuat kita sulit menampilkan Fair
Play dalam penyelenggaraan Ujian Nasional. Pertama, masih adanya pemain yang bertanding memperebutkan
kemenangan diluar arena kompetisi yang telah disepakati untuk digelar. Bagi
pemain seperti ini kita sarankan agar secepatnya mendaftarkan diri lalu
bertanding secara jantan dan bermartabat. Kedua,
kelompok pemain yang alergi jika lawannya bertanding dengan membawa bendera
kejujuran. Bagi pemain seperti ini, enyalahlah dari lapangan, karena tidak
layak terdaftar sebagai pemain dinegeri yang katanya mayoritas penduduknya
beragama ini. Ketiga, pemain yang
ingin memenangkan pertandingan, tetapi tanpa bermain optimal. Untuk yang
seperti ini disarankan seriuslah berlatih dan junjunglah sportifitas.
Butuh waktu yang panjang untuk
mengurai benang kusut yang ada dalam dunia pendidikan kita. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar ketidakberhasilan dalam proses pendidikan
adalah disebabkan oleh sistem, pendidik, sarana dan prasarana. Pertama, Sistem. Dalam hal ini perubahan
kurikulum setiap saat akan berefek pada proses, munculnya ketidakjelasan,
kebingungan dan kerancuan bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri. Kurikulum
pendidikan kita yang try and error sebenarnya
merupakan tindakan malpraktik oleh pembuat kebijakan. Akibatnya melahirkan
produk yang cacat. Kedua, Pendidik.
Pendidik yang sukses adalah pendidik yang tidak saja memberi materi tetapi
diaharapkan juga mampu mentransfer nilai-nilai moral. Sehingga, peserta didik
tidak kehilangan arah dan figur. Harus ada pawang yang mampu menjinakkan
Jebakkan pemikiran liar tanpa kendali yang
rentan melanda peserta didik pada masa pancaroba, itulah tugas mulia seorang pendidik. Ketiga, Sarana dan Prasarana merupakan
alat yang mampu menjadi katalisator mutu pendidikan. Ini adalah tugas
pemerintah untuk melengkapinya, tidak hanya didaerah yang mampu disorot media,
tapi juga didaerah yang hanya mampu disorot oleh lampu-lampu dinding minyak
tanah.
Ketika unsur-unsur yang menjadi
syarat penjaminan mutu diatas sudah kita penuhi, maka berbangga hatilah, sebab,
generasi kita kelak akan menjadi generasi yang berfikir intelek, berakhlak
mulia dan bertindak profesional. Wallau’alam Bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar